Si Burung Hantu saat ini sedang terbang melayang meninggalkan kebun buah yang sunyi dan indah. Ia menyeberang ke kota kita, ya, kota Anda wahai pembaca. Ia bertengger di dahan pohon terdekat di jendelamu dan mengawasi segala kegiatan rahasiamu yang kaukira tak ada yang melihat.
Saat ini ia sedang mengawasi mereka yang meringkuk kedinginan, ketika tangan-tangan Sang Dingin berkeretakan mengelus pipi mereka yang gemetar.
***
Dingin sekali malam itu, seperti tidak nyata. Angin tidak
bertiup tetapi udara yang diam membawa hawa setajam serpihan es yang menembus
kulitmu dan menusuk tulangmu. Seluruh bumi diam tak bergerak, tak sehelai daun
pun bergetar dalam kebekuan aneh yang telah berlangsung selama beberapa malam.
Jengkerik, gangsir, dan binatang berdesir lainnya bersembunyi di celah-celah
kayu, terlalu kaku untuk mendesirkan sayap mereka di dinginnya wengi.
Burung-burung liar dan unggas-unggas ternak membenamkan kepala mereka ke dalam
leher berbulu lembut yang hangat, bertengger di dahan tertinggi dan terdalam
pada pohon-pohon berdaun lebat atau mengerut di dalam kandang yang dihangatkan
lampu bercahaya kuning lima watt. Kucing-kucing garong dan anjing-anjing
peliharaan bergelung rapat, ekor masing-masing menyaput wajah mereka yang
berbulu.
Bulan melayang seorang diri di langit yang gelap. Biru
gelapnya sepekat tinta. Bintang-bintang tidak terlihat dari permukaan bumi,
tertutup kabut tipis dingin yang melapisi angkasa. Cahaya bulan yang keperakan terkalahkan
cahaya artifisial lampu-lampu listrik di daerah berpenduduk padat, tetapi
menerangi hutan-hutan dan padang-padang rumput, jalan-jalan setapak sepi dan pantai-pantai
perawan di seluruh bumi dengan cahayanya yang misterius tetapi agung. Cahaya
itu dingin, seperti hawa yang sedang menggantung di udara dan menusuk-nusuk
indera peraba semua makhluk yang diterpanya.
Sang Dingin sedang menguasai dunia.
Sang Dingin adalah wanita yang sudah sangat tua, ia tinggal
di berbagai tempat di sudut-sudut bumi ini. Dari rahimnya yang senyap lahir glasier-glasier
tertua di dunia yang senantiasa beradu dengan Sang Panas untuk menghasilkan
air. Sang Dingin menghantui kolong-kolong dunia, tempat yang dihindari
makhluk-makhluk hidup berperadaban. Kau bisa tiba-tiba berhadapan muka dengan
Sang Dingin di kolong tempat tidurmu sendiri, di loteng yang berangin dan
lembab, di gua-gua kelam tempat kawanan kelelawar besemayam, di luar angkasa, dalam
sepotong es lilin atau segelas minuman buah, dalam tempayan air mandimu tiap
pagi, dan di antara pepohonan kesepian di padang rumput yang sunyi.
Sang Dingin menyukai kegelapan karena cahaya mengundang
panas, tetapi Sang Dingin menghormati Bulan tua yang memancarkan cahaya dingin
keperakan yang membuat bayangan paling pekat dari benda-benda di bumi. Ketika
Bulan sedang purnama, Sang Dingin menyebarkan hawa dinginnya lebih menggila.
Saat-saat ini ketika malam-malam dan dini hari menjadi
dingin tak tertahankan, manusia dan makhluk lain yang memiliki naluri mencari
Kehangatan dalam segelas minuman jahe, semangkuk makanan berkuah pedas,
sepasang kaus kaki, seoles minyak gosok, atau sehelai selimut tebal. Tetapi
mereka tetap kedinginan ketika Sang Dingin menyapa mereka dan mengelus sayang
pipi mereka tanpa mereka sadari. Makhluk hidup membenci Sang Dingin…
Sang Dingin juga dapat merasuki hati manusia. Wanita tua ini
merayap ke dalam pori-pori dan hinggap di dalam hati kekasih-kekasih yang
patah, ayah-ayah yang beranak kesialan, dan anak-anak yang berayah kegegagalan.
Perasaan dan pikiran mereka pun tersaput kabut beku sehingga mereka menolak
penghiburan, percobaan kembali, dan bahkan kehidupan. Sang Dingin menggerogoti
hati-hati mereka yang malang hingga hati-hati itu berlubang-lubang oleh
keputus-asaan.
***
Si Burung Hantu terbang lagi dari dahan pohon itu, mengikuti Sang Dingin yang terbang berayun di hati-hati keropos manusia.
No comments:
Post a Comment