Thursday, June 28, 2012

Gadis Apel dan Malaikat

Pada suatu pagi yang cerah si Burung Hantu sedang terkantuk-kantuk di dahan pohon cerinya. Ia lelah setelah semalaman berpetualang ke negeri-negeri ajaib di seberang Kebun Buah.

Sedang nyenak-nyenyaknya tidur siang, tiba-tiba ia dikejutkan suara isak tangis tertahan. Dibukanya satu matanya yang mengantuk dan dilihatnya seorang anak kurcaci mungil, tak ada sejengkal tinginya, sedang menangis sedih sambil mengucek-kucek matanya. Ternyata si Lila, gadis gemuk pendek, tetapi berwajah cantik dan bermata hijau berkilat-kilat. Namun sekarang wajah itu merat-merot tak karuan dan matanya merah berkantung.

"Ada apa anak manis?"tanya si Burung Hantu. Walau mengantuk ia berusaha menjaga reputasinya di antara kurcaci-kurcaci muda.

Lila tidak tampak terkejut ia telah membangunkan si Burung Hantu yang baik. Memang tujuannya lah untuk menceritakan bebannya kepada Sang Bijaksana Burung Hantu.

"Dodo...hiks...dan Dido...hiks...mereka jahat.. mereka bilang aku...aku gembrot! Hua...hua..."

Yang Bijaksana Burung Hantu sudah sering menghadapi masalah serupa. "Sudah, sudah,"katanya. "Tidak masalah. Kamu tidak sendirian. Malah, ada banyak sekali gadis sepertimu. Mereka sudah berhenti makan kue arbei liat dan puding krim, tapi tetap saja mereka gemuk... atau merasa gemuk."

Lalu lanjutnya, "Dulu ada seorang gadis cilik di Kota yang sangat mirip denganmu."

"Oh ya?"tanya Lila. "Apa yang terjadi padanya?"

"Oh dia mati,"kata si Burung Hantu langsung.

"Hah?"

"Begini ceritanya..."

***

Adriana adalah nama gadis itu. Ia gemuk dan cantik seperti apel, tapi ia tidak tahu. Seorang temannya, Dio, adalah anak laki-laki jahat yang hanya bisa berkata-kata jelek. Tak ada hal bagus yang keluar dari mulutnya.
 Maka Dio senang sekali menjelek-jelekkan Andriana. Dio hanya mampu melihat gemuknya Adriana. Tak mampu ia melihat bahwa Adriana cantik dalam gemuknya.


Maka Adriana pun tak tahan. Ia pun bunuh diri dengan minum racun cemara.

Harapannya, Ia bisa mengadu pada Tuhan dan meminta-Nya menghukum Dio seberat-beratnya.

Maka hal pertama yang ia katakan pada malaikat pertama yang ua temui adalah, "Di manakah Tuhan? Aku ingin berbicara pada-Nya."

Malaikat itu menjawab: "Ada ribuan orang mengantri untuk berbicara pada Tuhan. Lebih mudah bicara padaku, siapa tahu aku bisa membantu dengan keterbatasan ilahi-Ku."

Maka diceritakannyalah masalahnya pada si Malaikat. Di luar perkiraannya, si Malaikat tertawa.

"Anak bodoh. Mengapa Engkau manis tetapi penuh kebencian? Mengapa memilih cantik tapi berduri seperti mawar jika bisa tulus dan membuka diri seperti bunga matahari? Lagipula, Tuhan tidak bekerja dalam kebencian. Ia damai dan penuh kasih, tapi percayalah Ia akan menegakkan keadilan.

Lalu dituntunnya Adriana ke suatu antrian panjang di mana orang-orang disortir untuk menuju surga atau neraka.

Pada gilirannya, Adriana masuk dan bertemu Sang Hakim. Sang Hakim mendelik, memandang Adriana dari atas ke bawah. Neraca di hadapannya naik turun tidak karuan. Lalu tiba-tiba Adriana jatuh ke suatu pusaran yang terdiri dari warna-warna ruang dan waktu.

Di telinganya si Malaikat berbisik, "Tuh kan, Tuhan baik!"

"Di mana aku? Surga atau Neraka?"tanya Adriana penasaran.

"Yah bisa dikatakan keduanya."kata si Malaikat. "Kau kan manusia, kau pintar, punya akal. Kau boleh memilih sendiri mau hidup di Surga atau di Neraka. Pilih sendiri akhiratmu. Kubocorkan padamu ya, hidup adalah akhirat. Tuhan itu baik."lalu si Malaikat berlalu.

Adriana merenungkan kata-kata itu lamaaaaa sekali, di tempatnya yang baru. Tempat itu hangat dan nyaman, tetapi gelap. Adriana belum mengerti ucapan si Malaikat ketika tiba saatnya untuk meluncur lagi di suatu pusaran warna-warna. Tapi perjalanan kali ini agak basah.

Setelah itu ia menangis keras-keras.


Ooh! Rupanya ia telah dilahirkan kembali!

Dalam prosesnya Adriana berubah, Ia melupakan hidupnya yang lama dan menjadi pribadi baru. Ia menjadi seorang anak laki-laki kali ini, dan namanya adalah Dio.

Dio sama sekali lupa pada Adriana. Ia bahkan lupa pada si Malaukat. Tapi anehnya ia selalu ingat bahwa ia boleh memilih Surga.

Hidupnya ia buat sebahagia mungkin. Bahkan ketika ayahnya bangkrut, mereka harus pindah ke rumah yang kumuh dan jelek, lalu orangtuanya bercerai, Dio selalu ingat untuk bergembira. Ia selalu mencari kebahagiaan dari segala deritanya. Ia selalu ingat untuk bergembira dan meliaht segala sesuatunya dari berbagai sudut pandang.

Akhirnya di suatu titik hidupnya ia bertemu seorang gadis gemuk cantik bernama Adriana. Dio sangat menyukai gadis itu. Selalu diusahakannya kebahagiaan Adriana, salah satunya dengan kata-kata penyemangat dan kegembiraan.

Kebahagiaan mereka pun menulari orang-orang lain sehingga dunia menjadi lebih baik.

***

"Demikianlah Lila, maka jangan pernah patah semangat. Selalu bergembiralah dan pilih Surga untuk dirimu sendiri." kata si Burung Hantu.

Lila telah mengering air matanya. Ia duduk mendengarkan di atas rumput sambil makan sebutir ceri yang jatuh.

"Jadi...jadi... sebenarnya Dodo dan Dido menyukaiku?"tanyanya lugu.

Si Burung Hantu berdecak kesal.

"Bisa ya atau tidak."katanya."Bisa saja mereka sedang punya masalah di rumah."lanjutnya. "Tapi intinya, Sayangku, tidakkah kau lihat? Semua orang itu satu. Kita semua satu jiwa. Pada gilirannya kau akan menjadi aku dan aku akan menjadi engkau, mengerti? Memang sulit melihat orang lain sebagai diri kita sendiri, tapi itu lah kenyataannya. Perlakukanlah orang lain seperti kau ingin diperlakukan, karena mereka sejatinya dirimu juga. Dan pastikan kau dan mereka berada di dalam Surga, mengerti? Nah sekarang pergilah dan mainkan peranmu dalam kehidupan yang sekarang sebaik mungkin."

Lila pun bangkit dan merasa lebih gembira. Ia kembali ke bawah pohon cemara, siap berbagi Surga.

Si Burung Hantu kembali nyenyak dalam tidur siangnya.









Yogyakarta, 28 Juni 2012
Gisela Swaragita

No comments:

Post a Comment